Coretan-coretan Qalam Kelam

Goresan pelampiasan rasa dan bacaan ringan sederhana, setelah diriku
berlari pada Yang Maha Mendekap Hati dan Mendengar Bisikan Nurani

Kamis, 25 Juli 2024

KEPERCAYAAN YANG HILANG





 Teruntukmu..

PERCAYALAH padaku! 


Rasa hormatku padamu, masih akan terus ada melekat. Belas kasih serta rasa empati dalam benakku untukmu, pasti akan tetap kumiliki dan selalu terpatri. Rasa banggaku terhadapmu, akan senantiasa kujaga dalam jiwa. Pun dengan rasa kecewaku kepadamu, jika itu ada, perlahan pasti akan kuredam juga. 


Namun, untuk RASA KEPERCAYAANKU padamu yang TELAH HILANG, itu sudah dapat dipastikan, TAKKAN MUNGKIN KEMBALI DATANG. Untuk RASA KEPERCAYAANKU terhadapmu yang TELAH PERGI, aku yakini, itu pasti TAKKAN KEMBALI lagi. Untuk RASA KEPERCAYAANKU yang telah KAU HANCURKAN SENDIRI, aku berjanji, TAKKAN PERNAH AKU BANGUN kembali tuk kedua kali. Dengan segala RASA HORMAT dan MAAF dariku, TERIMAKASIH kau telah MENGKHIANATI KEPERCAYAAN yang telah aku beri. 


CAMKAN dan INGAT baik-baik, karena kalimat seperti ini adalah hal yang paling tidak aku sukai untuk terus kuulangi. Semoga kamu mengerti. 


MUNGKIN.....


Engaku tak pernah tahu, bahkan saat dalam situasi tersulitmu, aku selalu memaksakan diri agar mampu memudahkannya untukmu, namun, ketika aku sedang berada dalam kondisi sangat memerlukan bantuanmu, engkau sama sekali tak pernah berempati dan tak berusaha untuk menolongku. Kawan, terimakasih untuk ketidaksetimpalan ini. Aku berjanji, aku takkan pernah melupakannya dan semoga engkau pun akan selalu mengingatnya.

Kamis, 18 Agustus 2022

BAYANGAN

Tanpa aba-aba, tiba-tiba ada sosok bayangan yang hadir menyapa ke dalam benak, pikiran dan lamunan. Dia, sama sekali aku tidak begitu mengenali dengan pasti siapa namanya. Yang jelas, dulu aku hanya sekedar pernah melihatnya dan dalam beberapa sedikit waktu aku juga sempat bercengkerama dengan dirinya.

Pada detik ini, dengan sendirinya dan tanpa permisi, seketika terlintas kembali begitu nyata dalam ingatan tentangnya. Bagaimana cara dia begitu santun ketika bertutur dalam menata kata, sifat pemalunya saat dia berbincang dengan lawan bicaranya, pelan dan lembut nada suaranya, indah parasnya menyejukkan kelopak mata dan manis senyumannya yang meneduhkan hati.

Aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana dan seperti apa rasanya, jika pada hari ini aku bisa melihat dan kembali berjumpa dengan dirinya, menyapanya, lalu kemudian berbincang tentang hal apa pun dengan begitu "INTENS" bersamanya. Jika iya dan sekiranya dia berkenan, aku hanya ingin diberikan kesempatan waktu lebih lama untuk bisa berada dekat disisinya dan puas memandangi keluguan wajahnya tanpa berharap lebih darinya. Itu saja.

Andaikan ada hal yang ingin dia tahu dariku, tentang apa yang aku rasakan terhadap dirinya yang sesungguhnya. Aku hanya ingin mengungkapkan dan memberitahunya bahwasanya; izinkan dan biarkanlah aku dengan segala keterbatasan yang aku miliki untuk tetap merawat dia dalam ingatanku dan selalu mengaguminya dari jauh, meski aku sadar diri, dirinya takkan pernah bisa untuk aku rengkuh; karena tidaklah mungkin pungguk dapat menggapai rembulan.

Almutakin_

Senin, 31 Mei 2021

31 MEI || HARINYA KIKI UPI

Sebelum aku terlalu panjang lebar dalam menata kata-kata, maka, untuk memulainya, sejenak izinkanlah terlebih dahulu aku bertanya sekaligus ingin sedikit bercerita, tentang seorang teman ataupun sahabat yang penuh makna!

Pernahkah kalian memiliki TEMAN sepermainan yang begitu AKRAB dimasa dulu? Teman yang selalu ada disaat kamu membutuhkannya, dia yang selalu siap sedia dalam membantu urusanmu jika dia mampu melakukannya? Teman yang bersedia dan mau menerima bukan hanya kelebihan yang ada padamu, tetapi juga kekurangan yang kamu miliki? Intinya teman atau bahkan mungkin sahabat yang setidaknya paling kamu banggakan diantara teman-temanmu yang lainnya?

Namun sesaat kemudian, tetiba entah mungkin karena ada sesuatu hal yang kurang mengenakkan atau karena ada kesalahan yang kurang berkenan, akhirnya kalian saling berjauhan, tersekat jarak, tak lagi dekat. Setalah itu, tak pernah lagi ada canda tawa tanda bahagia. Semuanya telah hilang sirna percuma entah kemana larinya semua kenangan indah selama berteman bersamanya. Bahkan sekarang hanya sekedar menginginkan pertemuan kembali bersama mereka pun, menjadi perkara yang terasa begitu sulit untuk diupayakan.

Namun herannya, kendatipun waktu telah jauh berlalu dan masa telah lama berjalan, namun segala tentangnya tak pernah hilang dari dalam benak dan ingatan. Bukan tanpa alasan, sebab merekalah orang dekat yang senantiasa bersama kita, di setiap waktu dan kesempatan. Dan yang lebih penting lagi, karena mereka itu manusia istimewa yang nyaris tidak dapat ditemukan bandingannya.

Kala itu tepatnya sewaktu duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar (SD) aku pernah memiliki 2 orang teman sedekat itu. Mereka KEMBAR kakak beradik; namanya RIZQI PERDIANA KOMARUDIN dan TAUFIQ AKBAR KOMARUDIN.

Sewaktu tahun 2000 atau sekitar tahun 2001 silam, mereka berdua adalah teman yang paling baik yang pernah aku temukan sepanjang jalan kehidupan. Kala itu, kemana pun aku pergi tak pernah merasa sepi karena mereka selalu hadir disisi dan dimanapun mereka berpijak selalu ada aku disana, karena aku selalu mengikuti disampingnya. Bisa dikatakan kalau istilah zaman sekarang kami bertiga bisa disebut "BROMANCE", mengingat kami semuanya adalah laki-laki. Bagiku, mereka tak sekedar teman dekat, terlebih mereka adalah SAHABAT. Bahkan saking dekatnya, banyak orang yang mengatakan kalau aku dengan mereka sudah seperti (adik-kakak) atau saudara sendiri.

Adalah mereka yang dahulu selalu ada, disaat yang lain tak ada yang bersedia menerimaku bahkan disaat yang lain mem-BULLY-ku. Mereka dulu yang tak pernah merasa risih dengan segala kekurangan yang ada padaku. Hingga kini, segala kebaikan mereka masih melekat berada di bagian terdalamnya dada, takkan pernah terlupa.

Namun, ada hal yang paling menyedihkan dan sangat aku sesali sampai sekarang, adalah ketika dahulu aku pernah melakukan kesalahan pada mereka yang menjadikan jarak antara diriku dengannya menjadi tersekat, hingga hari ini. Sudah hilang harapan untuk kembali bisa berteman dekat bersama mereka, karena mungkin mereka sudah tak percaya dan sekarang sudah tidak menganggapku sebagai teman terdekatnya lagi. Karena kesalahanku yang belum juga termaafkan itulah yang menjadikan hilang semua kedekatan dan seolah aku dengan mereka tak pernah dekat dalam berteman. Itulah salah satu penyebab yang menjadikan ada rasa bersalah dan penyesalan yang tak pernah padam dan selalu berpijar terang disaat aku sedang berada dalam kesendirian dan saat melakukan kesalahan.

Mungkin akan sangatlah wajar, jika hingga detik inipun aku masih merasa menyesal dan merasa bersalah teramat dalam. Karena aku tahu berpisah dengan  seorang sahabat terbaik, atau dengan mereka yang bersedia menerima segala kekuranganku dan senantiasa membantuku disaat aku membutuhkannya, adalah hal yang paling menyakitkan. Aku berjanji selamanya mereka akan menjadi bagian terbaik dalam hidup ini, sebagai SAHABAT TERBAIKKU dibandingkan dengan teman-teman yang pernah aku temukan. Segala kebaikan darinya takkan pernah aku lupakan akan tetap terpatri dalam ingatan. Rasanya takkan pernah habis kuuraikan kata, jika aku harus menuliskan tentang segala kebaikan kedua sahabatku disini.

Sengaja kuuraikan kembali sekilas memori di 21 tahun silam itu dihari ini, karena pada hari ini tanggal 31 Mei adalah hari lahirnya mereka tepat menginjak genap 30 tahun diusianya. Semoga kedua teman terbaikku dimanapun mereka berada, Allah akan selalu melindunginya dan keberkahan akan menyelimuti kehidupannya. Yang pasti doa terbaiknya: mudah-mudahan Alloh panjangkan usianya dan baik amal hidupnya...

Aamiin...

Minggu, 12 April 2020

S E L A K S A

/12/17


Bertahanlah dengan mereka yang tidak akan merasa malu saat berjalan bersamamu, ketika yang tersisa darimu hanyalah sebuah kekurangan.


Genggamlah dengan kuat tangan mereka yang takkan pernah mencampakkanmu, disaat yang lain sudah tak lagi ada yang sanggup untuk tetap berada di sampingmu.


Peluk eratlah tubuh mereka yang sama sekali tidak menemukan satupun alasan untuk tak bersamamu, pada saat semua orang memiliki beribu alasan untuk enyah pergi meninggalkanmu.



Bersamalah dengan mereka yang tidak akan mengecewakanmu di dunia fana, dan akan mampu menolongmu di alam kekekalan, jika kelak akan berjumpa kembali di kehidupan yang lain.

| Almutakin

Senin, 13 Mei 2019

"BERCERITA" SEJENAK BERSAMA "SERA"



Ahad pagi kemarin, sekitar jam 07.25, selepas aku membawakan barang titipan milik rekan kerjaku dari Setiabudi Home Living, aku memutuskan untuk pergi menikmati nuansa pagi yang amat cerah di Mesjid Besar Lembang, atau lebih tepatnya Mesjid Alun-Alun Lembang. Sebenarnya tempat ini adalah merupakan salah satu tempat favoritku dikala menantikan cahaya senja tiba.

Sebelum tiba ditempat ini (mengingat aku pergi kesana seorang diri), maka, dalam perjalanan aku sempat bergumam dalam hati seperi ini: "Jika seandainya aku dipertemukan dengan seorang teman, pertemukanlah aku dengan teman yang dapat membawaku pada taqwa, dan jika dipertemukan dengan jodoh, berikanlah jodoh yang bisa aku bimbing ke jalan Rabu-ku, begitu juga sebaliknya". Doa itu spontan hadir terlintas dalam benakku meski aku sendiripun sedikit ragu, akan tetapi doa itu benar benar aku ucapkan.

Jam 08.00 kurang aku sudah tiba di masjid tersebut. Selepas aku memarkirkan motor, aku langsung lari-lari kecil mengitari lapangan alun-alun, sembari menikmati sinaran mentari pagi yang mulai menampakkan diri sepenuhnya. Sesekali kubaca pula beberapa buku yang sengaja aku bawa dari rumah di dalam tas yang aku miliki.

Tanpa disadari sudah hampir 2 jam aku berada ditempat ini. Disaat sedang terduduk santai, tetiba aku teringat pada salah satu temanku, Ya temanku dia bernama SERA NUR RIZKI, ---(TEMAN BARU, yang secara tak sengaja aku mengenalinya ditempat kerja dulu, di setiabudhi supermarket 
sekitaran akhir tahun 2016 ketika itu musim moon cake, dan dia yang ditugaskan dari hotel tempat dia bekerja <Hotel Mercure> untuk menjaga kue-kue tersebut, bergantian dengan rekan kerjanya yang bernama Hanggipa. Bersamanya aku juga pernah sholat berjamaah di mushola tempat kerja tersebut, dimana kala itu dia menjadi seorang imam dalam sholat tersebut)--- yang mana rumahnya berada tak begitu jauh dari mesjid ini. Karena aku masih ingat, dulu sekitaran 8 bulan kebelakang, tepatnya tanggal 12/09/2018, dia pernah nge-DM, menanggapi sebuah postingan fhoto di mesjid ini, pada SG-ku yang kala itu kusematkan captions sepeti ini, ["Akhirnya MESJID ini menjadi tempat favoritku menanti kala senja tiba".] Dia lalu menanggapi SG-ku dengan tulisan seperti ini; ["A kalau lagi ada di Lembang, kasih kabar saya"]. Mungkin ini isyarat bahwa dia bersamaku akan berencana untuk bertemu. Mengingat aku dengannya selama ini berteman hanya terhubung via IG, WA dan FB, tanpa langsung bertatap muka.

Namun kemarin ketika aku berada ditempat ini, aku tak berani memberikan info padanya bahwa aku sedang berada di Lembang (Mesjid Besar Lembang) ini, karena aku takut menggangu temanku, barangkali dia sedang sibuk dengan aktifitasnya. Makanya niatku untuk menghubunginya tak ayal aku urungkan. Tapi jauh dalam benakku sebenarnya aku sangat menginginkan untuk dapat bertemu dengannya. Bahkan saat pertama kali sebelum keluar rumah, aku berniat pergi dari rumah datang ke mesjid ini memang mengharapkan tuk bisa bersua dengan temanku itu, selain juga hendak menikmati sejuknya hembusan angin dan suasana pagi di mesjid ini.

Tanpa terasa kini hari sudah siang. Matahari pun bersinar begitu terang. Hingga akhirnya suara adzan dzuhur pun terdengar berkumandang di puncak menara mesjid yang tinggi itu. Aku pun dari taman segera beranjak menuju tempat wudhu dan bergegas bersiap-siap untuk mendirikan sholat dzuhur berjamaah disana. Selepas sholat sunah qobliah dzuhur di shaf terdepan, aku tak henti menoleh kebelakang, berharap temanku tersebut ada sholat berjamaah di masjid ini, sehingga aku dengan dirinya dapat bertemu tuk sekedar bercengkrama dan berbagi bercerita tentang hidupku dan hidupnya sebagai seorang teman. Namun hingga suara iqamah terdengar dilafadzkan, aku tak kunjung melihat kehadiran temanku ditempat yang mulia itu. Kembali dalam pikirku berkata, mungkin bukan saatnya sekarang aku dengannya bisa berjumpa. Namun anehnya, hati kecilku tanpa sedikitpun ragu, tetep yakin bahwa harapan akan bertemu dengan temanku itu pasti ada pada hari ini.

Sholat dzuhur pun usai didirikan. Setelah sholat sunah ba'diah dzuhur, aku mencoba membuka dan meneruskan tadarusan yang biasa aku baca dan masih berada pada posisi halaman-halaman awal. Seusai buka mushaf, sesekali ku genggam handphone dan ada niatan tuk menghubungi temanku via WhatsApp hanya sekedar tuk memberi info bahwa hari ini sedang berada di Lembang, namun lagi-lagi niat itu aku urungkan dengan alasan yang sama, takut temanku tersebut sedang sibuk.

Saat tengah duduk sendiri dengan posisi Al-Quran masih berada dalam genggaman, tiba-tiba aku menoleh ke belakang, dan aku melihat dibelakang sana ada seseorang anak muda yang sedang menundukan wajahnya dengan khusyu tengah membaca Al-Quran kecil yang dia genggam. Aku sedikit terkejut dan heran, dari kejauhan anak muda itu terus aku perhatikan, karena dari wajahnya aku mengira dia terlihat mirip dengan wajah temanku. Tanpa berani untuk menegur dan menyapanya, dengan alasan takut salah orang, aku terus memperhatikan dia dari kejauhan.

Dengan sedikit tak percaya, aku terus memperhatikan dirinya yang masih saja tetap tertunduk khusyu pada mushaf yang terus dia baca. Sampai pada saat selang berapa menit aku menunggu, akhirnya dia pun menoleh ke arahku. Masya Alloh, Alhamdulillah sungguh tak menyangka sama sekali, ternyata benarlah dia adalah temanku (@seranurrizki) yang dari tadi tengah duduk dan khusyu membaca Quran itu. Dengan rasa yang masih sedikit tak percaya, segera aku menghampirinya dan kami pun saling berjabat tangan dan segeralah bercerita berdua bercengkrama di mesjid besar lembang ini.

Saat aku tengah bercengkrama dengannya. Aku katakan pada dirinya, "akhirnya kita bisa bertemu juga Alhamdulillah". Lantas aku pun tanyakan padanya, apakah dia sengaja datang ke mesjid hari ini dari rumah, atau bagaimana? Dia menjawab bahwa dia habis pergi dari luar, berhubung di perjalanan dia mendengar suara adzan dzuhur, akhirnya dia memutuskan untuk singgah dan sholat dzuhur berjamaah di mesjid ini. Bahkan dia juga mengatakan bahwa saat sholat dzuhur dia berada satu shaf denganku, namun karena dia tidak tahu keberadaanku makanya dia pun tak menyapaku. Aku juga katakan pada dirinya, ini merupakan Qadarullah kita bisa dipertemukan, karena sedari awal memang ada keyakinanku bahwa aku pasti akan bertemu dengannya pada hari ini. Dia hanya menimpali ucapan itu dengan perkataan, pantesan saja memang sedari awal udah ada niatan bertemu, makanya dipertemukan.

Dan setelah selang beberapa waktu, selama aku bercengkrama dengannya, banyak ilmu yang aku dapatkan darinya, tentang bagaimana keinginannya untuk membawa kebaikan pada banyak orang, bukan cuma untuk dirinya sendiri, bagaimana tentang keteladanan tanpa harus banyak berbicara, tapi mulailah lakukan apa yang terbaik maka orang lain pun akan mengikutinya. Ilmu yang lain, yang dia shareing adalah bagaimana keteguhan tekad dan niatnya dalam mengusahakan agar senantiasa bisa terus beristiqamah sholat di mesjid, hidup dalam kesederhanaan, bekerja apa pun bentuknya yang penting halal penghasilannya, bagaimana menumbuhkan rasa optimisme pada seseorang, bukan malah membangun rasa pesimisme atau membuat orang lain menjadi "nge-down". Belajar bagimana bersikap baik pada kedua orang tua, menyemaikan rasa semangat pada seorang adik yang "nota bene" mungkin masih menjadi bagian dari "sesuatu" yang harus dia tanggung. Kemudian dia juga mengemukakan ilmu yang dia dapatkan dari seorang temannya, bahwa, dunia itu tak bernilai sama sekali, bahkan tak lebih berharga dari seujung kuku sekalipun, bila dibandingkan dengan akhirat. Dia juga mengemukakan bahwa kejarlah fokuskan pada akhirat, maka dunia akan bermohon-mohon untuk mengikutimu. Dia sampaikan juga bahwa akhirat dan dunia harus seimbang, pun kalau ada yang harus lebih berat diantara keduanya, maka, AKHIRAT-Lah yang harusnya menjadi prioritas utama.

Banyak hal kemarin yang dia bagikan, dan yang lebih mengena bahkan seakan menjadi pukulan dan cambuk hati bagi diriku sendiri adalah ketika dia membahas tentang "JODOH". Tentang tingginya derajat orang yang telah berkeluarga, rezeki akan menambah menjadi dua kali lipat, semuanya akan bernilai ibadah dan Alloh pasti akan mempermudah segalanya. Seolah dia memberikan isyarat bahwa segerakanlah MENIKAH jangan ditunda-tunda, jika sudah ada calonnya, dan niatkan semua hanya tuk beribadah karena Alloh semata, (mungkin) itu yang kemarin bisa aku tangkap atas apa yang dia katakan.

Aku pun masih ingat ketika dia mengatakan bahwa, berilmu itu bukan untuk berdebat atau mendebat orang lain, menghindari perdebatan adalah yang rasul ajarkan, bahkan meski Beliau SAW benar sekalipun. Kemudian setelah berilmu jangan mudah menghakimi orang lain. Dan masih banyak lagi, termasuk juga sebuah petuahnya yang mengemukakan bahwa, "TIADA KATA TERLAMBAT DALAM MENUNTUT ILMU", juga nasihat yang lainnya yang tidak mungkin jika semua aku uraikan di tulisan ini.

Ada satu hal lain yang kemarin aku ingat tentang kata-kata yang dia ungkapkan adalah kalau tak kenal maka TA'ARUFAN, bukan tak kenal maka tak sayang. Karena tidak semua orang yang kita kenal harus di sayang. Misalnya istri orang lain kita boleh kenal tapi tak harus disayang juga kan. Ujarnya. Hahahaha.

Hal lainnya lagi yang tak pernah aku lupa atas apa yang menjadi harapan terbesar dari seorang temanku itu, dimana dia sangat menginginkan untuk bisa segera bertolak ke mekah, bahkan dia juga mengatakan bahwa seolah raganya memang ada disini, tapi jiwanya sudah berada di mekah. Inilah sebuah kerinduan yang agung terhadap tanah suci yang patut kita punyai seperti apa yang temanku ini miliki. Dia juga mengatakan dan membayangkan bagaimana rasanya sholat di depan ka'bah, itu yang sangat di cita-citakan. Aku berdoa semoga apa yang dia munajatkan akan segara terkabul, dan Alloh memberikan kemudahan agar dia bisa diundang ke tanah suci. Allohumma Aamiin

Aku perhatikan selama aku bercerita dan berbagi dengan dirinya, aku melihat pada dirinya ada kedewasaan dalam cara dia berfikir, meskipun usainya terpaut jauh dengan usiaku. Karena usia temanku itu, sekarang masih beranjak menuju 21 tahun. Usianya sama dengan usia adikku yang masih duduk di bangku kuliah saat ini. Memanglah kedewasaan orang itu berbeda-beda, tapi melihat cara dia berpikir, justru malah membuatku malu pada diriku sendiri, yang mana kedewasaanku masih kalah jauh bila dibandingkan dengan dirinya. Dewasa itu selain ditunggu tapi juga dicari. Makanya, benarlah kata pepatah bahwa, tua itu pasti, dan dewasa adalah pilihan.

Sebenarnya kemarin aku sangat berharap bisa lebih lama tuk bercengkrama mencari makna bersama temanku ini, namun nampaknya temanku ada keperluan lain, sehingga dia tak bisa berlama-lama dan memutuskan untuk segera berpamitan pulang, tak lupa dia juga dengan memberikan sebuah pengharapan, bahwa, semoga lain waktu akan bisa diagendakan untuk bisa kembali bersilaturrahmi.

Mengingat pertemuanku dengan temanku kemarin tanpa terduga dan diluar rencana, maka aku yakini disana ada campur tangan-Nya yang berperan dan atas izin-Nya aku dengannya dipertemukan.

Barangkali ada banyak alasan yang kita sendiri pun tidak tahu mengapa kita bisa dipertemukan dengan orang-orang baru atau meminjam istilah kata teman atau sahabat baru. Namun percayalah disana ada rencana yang telah Alloh atur, dan kita tinggal mengikuti alur cerita-Nya saja. Adakalanya pertemuan dengan orang yang salah akan semakin menjerumuskan kita pada kekhilafan yang semakin parah, lalu kita tersulitkan untuk kembali bersauh ke jalan yang tak lagi dianggap keruh. Pun demikian, terkadang Alloh pilihkan lebih sedikit teman untukmu, yang mana jika engkau berteman dengannya, maka dia akan lebih mendekatkan dirimu kepada-Nya, sementara Dia juga Maha Mengetahui, begitu banyak orang-orang diluar sana yang akan semakin menjauhkanmu dari sisi-Nya, meskipun kamu hanya cukup waktu sebentar saja untuk bersamanya.

Saat tersadar semua terjadi atas Qadarullah, maka kukira perjumpaan aku bersama temanku sehabis dzuhur kemarin bukanlah hal yang KEBETULAN karena semua takdir-NYA yang menentukan. Pertemuan yang sama sekali tak direncanakan tapi kehendak-NYA-Lah yang mengizinkan. Pertautan antara ruh-ruh yang sudah sekian lama saling menginginkan untuk silaturahmi, akhirnya hari kemarin terkabulkan, dan MESJID BESAR LEMBANG adalah menjadi satu tempat yang Alloh pilihkan.



Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan-kesatuan. Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut. Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling berselisih. (Al-Hadist)

Diakhir pertemuan, selain ilmu-ilmu darinya yang kudapatkan, ada perkataan dari dirinya yang kuingat sebelum dia berpamitan pulang: Duh maafkan A, kali ini saya belum bisa ngasih sesuatu untuk diberikan, soalnya saya gak tahu kalau kita akan bertemu disini" ujarnya, dan aku pun padanya mengucapkan hal yang serupa seperti apa yang dia utarakan.

Akhirnya sebelum aku dengan temanku ini benar-benar saling berpisah, aku dengan dirinya hanya mampu saling berterima kasih atas sedikit ilmu yang sudah sama-sama saling dibagikan".


Setelah adanya pertemuan dengan temanku ini, aku berdoa semoga akan bernilai pahala dihadapan Rabb Yang Maha Menyaksikan, mengingat aku dengannya hanya membicarakan tentang ilmu keagamaan. Bukankah ketika ada orang yang berkumpul dalam suatu majelis ilmu, maka, disana akan ada rahmat, ketenteraman dan para malaikat yang berkumpul mendoakan kebaikan padanya dan Alloh akan memudahkan orang tersebut menuju jalan ke jannah-Nya?

Aku juga berharap semoga kelak di alam kekekalan yang lain, temanku itu akan menjadi penolongku bila dirinya Alloh ijinkan untuk memasuki jannah-Nya sementara aku hangus terbakar legam di neraka, begitu juga hal sebaliknya. (Berharap diantara aku dengan dia salah satunya, atau dua-duanya akan Alloh ijinkan ke syurga). Allohumma Aamiin. Karena kuyakin seorang teman yang baik itu bukan saja akan mampu menolong saat di dunia semata akan tetapi ada peluang untuk menolong kita kelak di hari akhirat. Dan sesungguhnya yang namanya teman baik itu pasti dia akan saling mengingatkan akan kewajiban kita dan akan saling tolong menolong dalam hal kebajikan.

|Ali R.A, pernah berkata; "berbekallah kalian dari teman-teman sekedudukanmu yang baik, karena sesungguhnya mereka adalah penolong di dunia dan di akhirat". Mereka bertanya: Wahai Ali R.A, kalau menolong di dunia kami mengerti, tetapi bagaimana dengan menjadi penolong di akhirat? Ali R.A menjawab: "tidakkah kalian mendengar firman Alloh yang menyebutkan:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa". [Qs. Az-Zukhruf/43:67]
-read. ('Aidh Al-Qanri)|

Maka, bertolak dari sana kita bisa menganggap bahwa seorang teman yang baik, bisa menjadi aset untuk kita di dunia maupun kelak di akhirat. Ya, karena sesungguhnya BERTEMAN itu bukan hanya sekedar mencari seberapa solidnya KUALITAS dia tentang DUNIA semata, akan tetapi bagaimana KUANTITAS dia dalam MENGINGATKAN dirimu kepada DIRI-NYA, ketika kamu sudah mulai MELUPAKAN-NYA dan mendekatkanmu kembali kepada AGAMA yang mungkin terlampau sudah begitu jauh engkau TINGGALKAN.

Untuk menutup tulisanku ini, aku akan menukil sebuah tulisan yang pernah temanku ini tulis di SG-nya pada beberapa bulan kebelakang. Temanku pernah menuliskan captions seperti ini; "Semua bukan lagi tentang apa yang kita harapkan, tetapi apa yang Alloh ridhoi"].
(Sera Nur Rizki)

MESJID BESAR LEMBANG.
Ahad, 7 ramadhan 1440
Minggu, 12 Mei 2019.

Kamis, 10 Januari 2019

“KITA” pernah “SALAH”



PAMIT, KU PERGI!




“Aku ingin kita berubah dan menjadi lebih baik, tapi bersama-sama, tanpa kita harus saling meninggalkan”

Andaikan kau pernah mengenalku pada kemarin hari, maka, hari ini engkau sudah tidak mengenaliku lagi. Aku selalu tumbuh dan berubah setiap hari, bahkan setiap detik yang kulalui dan itu tak pernah engkau ketahui. Selamat tinggal untuk masa yang teramat sulit tuk bisa kuhindari dan teramat berat untuk mampu kutinggalkan. Aku tak akan mau peduli seberapa pun dulu kita pernah lekat, kita pernah rekat, dan kita pernah dekat, kini, tanpa beban yang berat akan coba kutinggalkan dengan cepat sebelum terlambat.

Terimakasih atas segalanya. Terimakasih atas pelajaran yang telah diberikan, atas kesalahan yang telah tertorehkan dan terimakasih atas penyesalan yang takkan pernah hilang dari dalam benak dan ingatanku, selama nafas ini masih kuhembuskan.

TENTANGMU dan TENTANGKU, aku hanya ingin mengatakan: KU MAAFKAN atas segala salah yang telah kau ciptakan. KU LUPAKAN atas apa yang membuat dalamnya sebuah penyesalan dan akan KU IKHLASKAN atas takdir yang telah Tuhan gariskan. KU AKUI kebodohanku, KU SESALI kedunguanmu, dan akan KU AKHIRI, takkan ku ulang kembali segala kesalahan yang begitu memilukan dan memalukan ini.

Kumaafkan semua salahmu, kumohon maafkan segala alfaku. Maafkanlah segala khilaf yang telah kita lewati, jika (dahulu) aku pernah membawamu ke dalam jalan yang melupakan dan mengkhianati Tuhan. Ini bukan tentang siapa yang salah dan siapa yang benar, akan tetapi, ini tentang kesadaran diriku bahwa engkau denganku sama-sama salah. Bukan pula ingin menyalahkan satu sama lain, akan tetapi, berharap engkau dan aku akan sama-sama mampu untuk berbenah diri dan dapat memulai kembali tuk melakukan perubahan dengan penuh kesadaran tanpa saling menyalahkan dan berlarut-larut dalam penyesalan.

Aku tak akan membenarkan diriku juga tak ingin menyalahkanmu, aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa segala yang pernah terjadi diantara engkau dan aku semoga menjadi pembelajaran dalam diri. Karena terkadang menyalahkan diri sendiri bukanlah langkah yang tepat, saat salah telah terjadi dan membekas terpatri dalam lubuk sanubari, karena kelak kesalahan sejati akan melahirkan pembelajaran yang hakiki. Tak perlu menyalahkan siapa pun sekalipun nyatanya salahmu bukan karena kehendakmu sendiri dan ada insan lain yang telah berperan turut menyertai. Kucoba tuk meraba di kedalaman jiwa, andaikan saja nafsu diri yang keji itu berwujud makhluk, maka, sudah pasti dia akan aku bunuh sebelum dia lahir ke bumi.

Dan akhirnya, dari segala kejadian yang telah terlewati antara AKU dan KAMU, aku cuma ingin mengungkapkan beberapa patah kata, sebagai ungkapan perpisahan, yang mana sengaja atau tidak disengaja, aku sangat berharap sekali agar supaya, apakah itu hari kemarin, hari ini, esok hari atau mungkin kelak dilain hari engkau akan membaca tulisanku yang kugoreskan hanya untukmu ini:

“Seiring dengan lajunya waktu yang kian terus berlalu di kejauhan hati, mohon maafkan jika sedari awal pertama kali aku denganmu bertemu dan disaat harapanmu tentang diriku tak sesuai dengan kenyataan yang kau inginkan, semoga akan ada hikmah dalam sebuah perjumpaan, karena kuyakini dibalik segala kejadian pasti ada rahasia Tuhan yang telah Dia atur dan rencanakan, hingga kelak nanti, aku dan kamu pun akan tahu alasannya mengapa kita dulu dipertemukan. Mungkin aku tak perlu berpamitan untuk pergi dari dalam hidupmu. Karena kutahu, saat dulu aku datang ke dalam kehidupanmu pun engkau tak pernah memintanya dan aku sendiri pun tak pernah menginginkannya. Hanya saja waktulah yang mencoba untuk mengizinkannya, meskipun sejujurnya aku sendiri pun tak pernah tahu apa alasannya. Namun terlepas dari semua itu, disini aku hanya ingin agar engkau tahu, bahwa, aku sangat menyesal sempat mengenal dirimu”.

Kini, biarkan ku pergi dan ketika aku mulai sulit untuk engkau temukan, kumohon jangan pernah kau berusaha untuk terus mencariku, karena pada saat yang sama aku pun sedang bersusah payah berusaha untuk bisa menghindarimu. Namun jika ternyata suatu saat kelak aku denganmu akan bertemu kembali dilain waktu, aku berdoa semoga kelak takkan lagi terjadi sebuah kesalahan yang sama, satu kesalahan yang berujung penyesalan terdalam, saat dosaku dan dosamu bekerjasama ketika aku denganmu berjumpa lalu kita lupa kepada-Nya.

TENTANG SESEORANG, KESALAHAN DAN PENYESALAN | ALMUTAKIN


Rabu, 29 Agustus 2018

S E B U A H J A W A B A N


Tentang Waktu dan Sebuah Kisah

satu cerita tentang suatu masa ADALAH SEBUAH JAWABAN.

Sembilan bulan kebelakang aku masih ingat, kala itu aku pernah kehilangan sebuah dompet. Namun anehnya, aku sama sekali tidak merasa panik, karena kuyakin kalau pun hilang, pasti bakalan ketemu lagi. Karena memang Alhamdulillahnya setiap kali aku kehilangan benda-benda berharga, pasti akan diketemukan kembali, bahkan pernah ada yang niat sampai mengembalikannya kerumah (ketika kehilangan STNK). Selain karena alasan itu, mengingat diriku ini seorang pelupa, mungkin juga aku lupa dimana dompet itu kusimpan, makanya rasa panik itu biasa saja tak terlalu mengganggu pikiranku. Sudah bukan hal yang asing lagi, jika ada sesuatu kejadian yang menimpa, aku pasti mengungkapkan perasaan itu lewat "TULISAN" sebagai pelampiasan.

Dengan penuh pengharapan agar dompet itu bisa ditemukan kembali, maka aku posting sebuah fhoto dengan captions seperti ini di instagram milikku: "Terkadang hidup tidak hanya memikirkan tentang bagaimana caranya untuk terus mempertahankan apa yang berada dalam genggaman, akan tetapi belajar perkara keikhlasan dalam melepaskan bila memang harus kehilangan dan bila kamu pernah merasa ada sesuatu yang telah lenyap dari genggaman, maka yakinlah itu bukan berarti Alloh ingin mengambil dan merampasnya darimu, akan tetapi karena Dia ingin menggantikannya untukmu dengan sesuatu yang lebih baik darinya meski harus dengan jalan kehilangan" #edisikehilangandompet.

Tak lama setelah postinganku itu berhasil diunggah, tiba-tiba ada salah satu dari temanku @seranurrizki yang mengirimkan komentar pada postinganku itu, (karena pada hari itu aku lupa tidak menonaktifkan kolom komentar pada postinganku tersebut). Begini ujarnya; A cobain ngikut di @infolombamenulis, barangkali tersalurkan hasil karyanya. Kemudain aku membalasnya; Ah ini hanya sekedar celoteh saja, buat menghibur diri sendiri. Dia pun kembali menambahkan komentarnya dengan menjelaskan bahwa dia juga dulu sering membuat karya tulis, hanya saja waktunya terus terganggu sehingga sering kepending. Lalu aku kembali membalasnya dengan sedikit canda; Oh begitu, terus lanjut dan tingkatkan, biasanya orang yang hobi menulis suka dapat inspirasi dari mana saja, semoga ada inspirasi dari pending-pending itu hahaha, kalau aku menulis hanyalah sekedar membias selaksa rasa lewat semesta kata meski hampa makna #gubrag. Kata-kata itulah yang kiranya ada di kolom komentar tersebut.

Sejenak jika kuingat-ingat kembali, sebenarnya bukan cuma satu atau dua orang saja yang sering menyuruhku atau sekedar menyarankan hal yang serupa, seperti apa yang dikatakan oleh temanku tadi, bahkan lebih dari itu. Namun entahlah, sama sekali aku tak pernah tertarik dengan usulan dan semua saran yang mereka sampaikan, mengingat tulisanku yang masih biasa saja dan juga tulisanku sebatas untuk kalangan pribadi dan diriku sendiri, tak kurang dan tak lebih daripada itu.

Namun dilain sisi, ada juga sebagian dari mereka yang mencoba ingin menguak benang merah dan sisi lain dari goresan tulisan-tulisanku, selain usulan saran agar aku ikut lomba karya tulis atau entah apalah itu namanya, yang sama sekali tidak membuatku tertarik dengannya. Kukira hal ini yang lebih penting dari itu semua, yaitu "SEBUAH JAWABAN" untuk beberapa orang yang dengan rasa penasarannya, mereka telah sering mencoba untuk menelisik dan terus bertanya kepadaku, sejak kapan aku mulai suka "MENULIS" dan menyukai "TULISAN", kemudian apa penyebabnya dan siapakah inspirasinya. Beberapa nama dari mereka yang selalu menelisik dan bertanya tentang hal itu, semuanya tak pernah ada yang mendapatkan satu jawaban yang memuaskan dariku, selain hanya sebuah jawaban yang sederhana yaitu "SENYUMAN DALAM DIAM"

Sekarang, disini lewat sekelumit TULISAN JELEK ini, aku akan mulai mencoba menceritakan penyebab awal aku mulai suka menulis, atau setidaknya hal ini pula yang merupakan alasan mengapa hingga hari ini, aku tak bisa BERHENTI MENULISKAN dengan begitu mudah apa yang bergelayut dalam jiwaku. INILAH JAWABAN dari apa yang selalu mereka tanyakan itu, semoga beberapa nama dari mereka akan membaca tulisan ini hingga hilang rasa penasaran itu.

Dan inilah penuturanku......

Dulu, 18 tahun yang telah berlalu atau sekitar tahun dua ribuan, ketika itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar tepatnya kelas VI (enam), aku pernah memiliki dua orang teman terdekat (mereka kakak-beradik). Kemana pun aku pergi tak pernah merasa sepi karena mereka selalu mengikuti dan dimanapun mereka berpijak selalu ada aku disana, karena aku selalu hadir disampingnya. Bisa dikatakan kalau istilah zaman sekarang kami bertiga bisa disebut "BROMANCE", mengingat kami semuanya adalah laki-laki. Bagiku, mereka tak sekedar temen, terlebih mereka adalah SAHABAT. Bahkan saking dekatnya, banyak orang yang mengatakan kalau aku dengan mereka sudah seperti (adik-kakak) atau saudara sendiri.

Sudah hal biasa, hampir tiap hari aku selalu main bersama mereka, hari-hari tak pernah terlewatkan untuk aku datang tuk sekedar main ke rumah mereka. Orang tua mereka pun sudah tak heran lagi dengan kedatanganku yang hampir setiap hari, bahkan mereka pun sudah tak segan lagi tuk sekedar menyuruhku makan bersama mereka atau sekedar memberikan uang jajan pada diriku, pun sebaliknya aku sudah tak merasa segan lagi terhadap keluarga ini. Entahlah, pokoknya kala itu, rasanya aku sangat senang saat bermain dan berada di rumah mereka. Karena bukan cuma anaknya yang baik padaku sebagai sahabat, namun orang tua mereka pun sangat "welcome" terhadapku.

Lama waktu berlalu, hari terus berganti dan pasir waktu pun terus berjalan tak berhenti, akhirnya lama semakin lama kedekatan & persahabatanku dengan mereka pun semakin erat. Ku lalui hari dengan mereka terasa lebih bermakna. Hingga akhirnya tanpa terasa hampir setahun aku dekat dengan mereka dan mau tak mau, kuyakin kami akan segera berpisah seiring dengan kenaikan kelas yang akan segera kami lalui.

Sampai pada suatu ketika, sudah seperti biasa aku datang main ke rumahnya, namun kali ini, bermain sekaligus kerja kelompok untuk mengerjakan tugas dari sekolah. Aku masih ingat, kalau tak salah kala itu pelajaran matematika dan bahasa indonesia. Semua tugas telah selesai kami kerjakan, kini giliran kami main bareng tuk sekedar berbincang-bincang dan menonton bareng dikamar mereka berdua seperti biasanya. Namun ketika itu, aku memilih untuk tak ikut bergabung dengan mereka dikamar, aku lebih memilih tuk berdiam diri di ruang tamu tempat kami mengerjakan tugas-tugas sekolah tadi, sementara mereka berdua tetap serius nonton bareng di kamarnya. Melihat buku-buku yang masih berantakan, aku justru malah asyik ngotak-ngatik buku pelajaran yang berserakan di lantai itu. Aku coba perhatikan satu persatu buku milik sahabatku, sesekali kubereskan dan kurapihkan sebagian buku itu, lalu aku masukan ke dalam tas yang tergelak tepat dihadapkanku. Dari kamar terdengar suara mereka olehku, sesekali ku menoleh kearah pintu kamar itu. Kembali kusentuh buku milik sahabatku, selembar demi selembar lalu kubuka kembali.

Anehnya, hari itu ada perasaan yang lain, yang tak seperti biasanya, aku merasa bahwa kebersamaan yang aku banggakan ini akan segera hilang dan akan sulit untuk kembali diulang, mengingat perpisahan kelas tinggal dalam hitungan minggu. Saat itu rasa-rasa takut kehilangan mulai menghantui, rasa tak ingin berpisah pun berkecamuk di dalam dada dan banyak lagi kecemasan-kecemasan pada waktu itu, yang intinya "aku seakan tak ingin bila harus berpisah dan ingin selalu dan terus bersama dengan kedua sahabatku itu".

Sesaat aku terdiam, kala itu kulihat ada pulpen berwarna biru, seketika kuraih dan kucoba ambil kembali salah satu buku milik sahabatku dari dalam tas yang telah kubereskan tadi. Tiba-tiba dengan sendirinya, aku goreskan segala rasa yang ada dalam pikiran dan hati nuraniku itu, semuanya tertumpah ruah dalam satu halaman buku milik sahabatku, kala itu aku mengungkapkan perasaanku di buku miliknya sang kakak, karena kebetulan sang kakak lebih dekat denganku dibanding dengan adiknya, sehingga aku lebih berani mencoret-coret buku miliknya.

Sebelumnya aku tak pernah menuliskan perasan dalam secarik kertas, tapi pada hari itu, aku seolah telah terbiasa melakukannya karena kata-kata yang terurai pada buku sahabatku tersebut mengalir apa adanya tanpa dibuat-buat, tanpa mengarang cerita apalagi hanya sekadar kata isapan jempol belaka, atau sekedar basa-basi tanpa makna. Di tulisanku itu, selain aku mengungkapkan rasa takut akan kehilangan dan cemas takkan lagi ada pertemuan panjang setelah kenaikan kelas dan perpisahan itu datang, disana juga hanya tertulis sebuah permohonan tulus dariku agar mereka jangan pernah melupakanku, bila seandainya nanti telah berpisah dan saling berbeda sekolah ketika hendak masuk ke SMP. Itu saja yang kutuliskan pada secarik kertas dalam buku milik sahabatku secara spontanitas.

Waktu itu, betapa aku merasa sangat lega ketika aku usai menuliskan apa yang mengganjal dalam dada, apa yang mengganggu pikiranku dan apa-apa yang aku takutkan akan hadirnya sebuah perpisahan dalam persahabatanku dengan mereka. Setelah semua unek-unek kutuliskan, kugeletakan kembali buku itu di lantai dengan posisi masih terbuka tanpaku menutupnya. Sesaat kubaca kembali berulang kali sepenggal tulisanku tersebut, ada rasa sedikit terharu dan sedikit melankolis kala itu dalam benakku. Aku bergumam dalam benak, "ya sudahlah, nanti juga pasti masih bakalan bisa seperti ini meski sudah saling pisah kala memasuki bangku SMP", walaupun sebenarnya ucapan-ucapan tersebut hanya sekedar tuk menghibur perasaan diriku sendiri, kala itu.

Seusai menggoreskan beberapa tulisan itu, tanpa terasa ketika kutengok jarum jam telah menunjukkan pukul 14.45, tak ada lagi suara mereka yang kudengar berisik dari arah pintu kamar yang masih setengah terbuka itu. Menyadari akan hal itu, tanpa aku membereskan sebagian buku yang masih berantakan dan kutinggalkan catatanku tadi yang masih terbuka di dalam buku milik sahabatku itu, kemudian aku berjalan menuju ke arah kamar kedua sahabatku. Saat aku hendak memasuki kamarnya, ternyata mereka berdua sedang tertidur dengan lelapnya. Niatku ingin bergabung di dalam kamar dengan mereka kuurungkan, melihat mereka berdua sedang tertidur pulas. Dari arah pintu yang setengah terbuka, kutatapi satu persatu garis wajah sahabatku yang sedang terlelap itu dengan penuh rasa hening, sesekali saat kumenatap wajah meraka, aku pun teringat akan kecemasan dan ketakutan yang telah aku tuliskan pada secarik kertas dalam buku milik sahabatku tadi. Sesaat waktu berlalu, aku pun memutuskan untuk bergegas pulang tanpa berpamitan kepada mereka, karena aku tak tega bila harus membangunkan mereka yg sedang tertidur dengan begitu pulas dan lelap.

Ketika itu, tanpa menghiraukan sebagian buku yang masih berserakan, seperti biasa aku bergegas turun ke lantai satu dan berpamitan kepada ibu mereka bahwa aku akan pulang. Hari itu aku berpamitan sendirian kepada sang ibu, tanpa ditemani kedua sahabatku itu (karena bisanya, ketika aku berpamitan pulang pada ibunya, mereka berdua atau salah satu dari mereka selalu ada yang menemaniku). Saat sang ibu menyadari anaknya tak menyertaiku, dia pun menanyakannya kepadaku tentang keberadaan anaknya, aku pun memberitahu padanya bahwa mereka sedang tidur, pun kujelaskan kepada sang ibu bahwa aku tak berani untuk membangunkan mereka, setelah itu lantas aku pamit dan segera bergegas pulang.

Keesokan harinya, saat aku bertemu dengan sahabatku sebelum jam masuk belajar di sekolah, tiba-tiba salah satu dari mereka (sang kakak), dengan wajah yang sedikit menatap tajam dia bertanya kepadaku; Je, kamu kamarin menulis apa dibukuku, soalnya aku melihat ibuku MENANGIS saat membacanya? Mendengar dia bertanya seperti itu, sontak aku merasa terkejut dan heran kenapa ibunya bisa menangis, padahal ditulisan itu aku hanya mengungkapkan rasa ketidakinginan diriku tuk berpisah dengan anaknya sebagai seorang sahabat terbaikku, bukan apa-apa. Dengan sedikit muka memerah aku pun berkata padanya; Emmm, memang kenapa dia bisa menangis, aku malah balik bertanya. Kemudian dia kembali menimpaliku dengan ketus, Iya itu jeje yang nulis, nulis apa coba, sampai-sampai membuat ibuku menangis? ujarnya. Dengan sedikit terbata aku pun kembali menjawabnya; Enggak, aku gak nulis apa-apa, aku cuma menuliskan tentang kebersamaan kita selama berteman, itu saja, ujarku. Mendengar jawaban tersebut, sahabatku pun tak kembali bertanya, pun begitu juga denganku, aku hanya terdiam saja. Hingga pada akhirnya kami pun sama-sama masuk ke ruang kelas.

Waktu itu, aku merasa heran kepada sahabatku ketika dia menanyakan tentang apa yang aku tuliskan, kenapa dia bertanya seperti itu, memangnya dia sendiri tidak membacanya, padahal aku menggoreskan tulisan itu di dalam buku miliknya, logikanya semestinya kan dialah orang pertama yang akan membacanya, bukannya malah ibunya, aneh. Tak henti-hentinya aku terus bertanya-tanya dalam pikiranku kala itu selama berada dalam kelas.

Entahlah....
Apakah dia membacanya atau mungkin sama sekali tidak membacanya, karena aku pun tak berani untuk menanyakan langsung kepada dirinya, apakah dia sudah membaca atau belum membaca tulisanku itu. Namun pada saat itu, yang menjadi pertanyaanku dan ingin kutanyakan langsung kepada sahabatku adalah kenapa tulisanku bisa sampai dibaca oleh ibunya. Selain penasaran, akan tetapi karena aku juga merasa tidak enak kepadanya, karena sang ibu yang baik itu harus menangis karena membaca tulisanku tersebut.

Menjelang waktu istirahat telah tiba, kucoba memutuskan untuk memberanikan diri menanyakan pada kawanku itu, mengapa tulisanku bisa sampai dibaca oleh ibunya, namun kala itu aku tetap tak berani bertanya kepadanya, tentang dirinya apakah dia sendiri sudah membaca tulisanku itu atau belum, karena sebenarnya semua tulisan itu akan lebih baik jika dia yang membacanya, karena isinya memang ditujukan bagi dirinya dan sang adiknya. Saat aku menanyakan hal itu kepada sahabatku, akhirnya diapun bersedia untuk memberitahukannya padaku mengapa tulisan itu malah sang ibunya yang pertama kali membacanya. Hingga pada akhirnya, kudapati alasannya mengapa tulisanku bisa dibaca oleh ibunya, setelah aku dapat info dari sahabatku itu.

Sahabatku menuturkan padaku bahwa; Sore kemarin selepas aku pulang sehabis bermain dari rumahnya, ketika mereka masih tertidur pulas dan aku tak berani membangunkan mereka lantaran aku tak tega, kemudain aku berpamitan pada ibunya lantas aku bergegas segera pulang. Ternyata selepas aku pulang, ibunya naik ke lantai atas tempat biasa kami bermain dan mengerjakan tugas kelompok dari sekolah. Sahabatku melanjutkan kembali penjelasannya; Kemarin kata ibuku, pas ibu naik ke lantai dua, dia melihat buku-buku berantakan di atas meja belajar dan sebagian masih ada yang tergeletak di lantai bekas kami belajar bareng, (karena memang kemarin sebelum aku pulang, aku belum sempat merapihkan semuanya), dia bermaksud ingin membereskan buku-buku milikku yang masih berserakan di lantai dan ingin memasukkan buku-buku itu kedalam tas sekolah milikku, tak sengaja ibuku melihat pada satu buku ada sebuah tulisan, lalu ibuku mencoba membacanya apa yang tertuliskan di buku milikku itu hingga selesai, itu ujar ibuku. Namun kemarin ibuku tak menyadari bahwasannya saat itu aku telah terbangun dari tidurku, kemudian aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, saat ibuku sedang menangis tersedu, ketika dia sedang membaca apa yg kamu tuliskan itu je, ujar sahabatku, menatapku tajam. Ketika itu aku hanya mampu terdiam saat aku mendengarkan dia sedang menjelaskan dengan panjang lebar kepadaku tentang tulisanku itu mengapa justru malah ibunya yang lebih awal membacanya ketimbang dirinya.

Aku merasakan ada hal lain yang tak seperti biasa dari gelagat sahabatku itu saat berbicara, kumerasa ada yang berbeda dari garis wajahnya, dari sorotan matanya saat dia menatapku dan berbincang denganku, seakan dia menggambarkan bahwa dia pun sebenarnya telah membaca dan tahu apa yang telah aku tuliskan itu. Terbaca olehku dari air mukanya saat dia menatapku seakan dia ingin menegaskan pada diriku bahwa: "Dia tak akan pergi kemana-mana, dia akan tetap ada, dia akan tetap menjadi sahabat setia dan dia pun seolah ingin mengatakan kepadaku bahwa pun seandainya nanti kita akan berpisah karena masuk SMP pada sekolah yang berbeda, kita akan tetap seperti ini dan takkan mungkin ada yang berubah diantara kita, kita tetap SAHABAT TERBAIK".

Setelah usai sahabatku menceritakan semunya, tanpa terasa waktu istirahat kami hampir usai dan kami pun harus segera masuk kelas tuk kembali belajar. Namun sebelum mengakhiri pembicaraannya dengaku, sahabatku bilang seperti ini kepadaku: "Je, kata Ibu, kalau kamu mau main ke rumah, main saja ke rumah kapan pun, datanglah anggap saja rumah sendiri, anggap saja kita seperti keluarga tak perlu canggung, karena rumah ibu, pasti akan selalu terbuka untuk jeje" ujarnya seakan dia mengisyaratkan sebuah permohonan. Mendengar sahabatku berucap seperti itu aku hanya terdiam dan tak berkata apa-apa. Menyaksikan aku yang hanya terdiam tak berkata, akhirnya sahabatku pun pamit dan pergi menuju ke ruang kelas. Namun, semenjak kejadian itu, aku justru berbanding terbaik dengan apa yang ibunya harapkan, aku justru menjadi malu untuk datang bermain ke rumahnya.

Sejak saat itu, aku bersedia untuk main ke rumahnya hanya ketika ada tugas kelompok dari sekolah saja, sementara untuk main bersama sahabatku aku mencoba untuk membatasinya, bukan karena apa-apa, akan tetapi karena aku malu, karena tulisanku telah membuat sang ibu sahabatku menangis. Aku sempat berfikir, mungkin sang ibu saat membaca tulisanku, dia terbawa suasana hatinya dan ikut merasakan apa yang aku tulis sehingga dia pun menangis. Padahal ketika itu aku menuliskan apa yang ada bergemuruh di kedalaman rasa, aku biasa saja, tidak sampai menitikan air mata, hanya saja ada sedikit rasa hening dan melankolis, itulah barangkali alasan sang ibu sampai menitikan air matanya, hingga menangis seakan tersedu, saat membaca tulisannya. Wajar saja, kala itu aku merasa melankolis, karena aku tahu kala itu aku akan segera berpisah dengan sahabat terbaikku yang selama itu, mereka bersedia menerima segala kekuranganku dan senantiasa membantuku disaat membutuhkannya. Takkan pernah habis kuuraikan kata, jika aku harus menuliskan tentang segala kebaikan kedua sahabatku disini.

Dari semenjak kejadian inilah aku mulai suka menulis, merasa mudah merangkai kata-kata dan tak sulit mengungkap sebuah rasa. Apa yang kurasa terbias melalui dalamnya kata dan amatlah mudah membiaskan selaksa perasaan lewat semesta perkataan atau berjuta tulisan. Mereka adalah orang-orang pertama yang menginspirasiku, kala itu. Hingga sampai pada saat ini, aku masih bertanya terhadap diriku sendiri, (mengingat inspirasi itu kini telah berubah dan tak lagi sama seperti sediakala) kapankah kebiasaan semacam ini akan segara berakhir. Sejatinya inspirasi itu bisa datang dari siapapun, kapanpun dan dimanapun. Namun ketahuilah merekalah yang paling berperan dan terkenang selama tulisanku terus tergoreskan.

Salam hangat dariku untuk mereka yang tak pernah lagi ada kabar berita, semoga mereka semua dimanapun berada saat ini, perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa akan senantiasa menyertainya.

Semoga TULISAN JELEK ini akan membantu memberikan "SEBUAH JAWABAN" kepada mereka, orang-orang yang selalu menggelitik menanyakan kepadaku, apa alasannya dan kapan aku mulai suka menulis dan menyukai sebuah tulisan.

Sejatinya semua tulisan-tulisanku itu adalah gambaran tentang suasana perasaan dalam benakku, aku hanya bisa menuliskannya lewat beberapa kertas dan hp android yang kumiliki, ketika orang-orang disekitarku sudah tiada lagi yang peka dengan diriku. Segala nasihat dan wejangan dalam tulisanku, semuanya hanya semata aku tunjukan kepada diriku sendiri, tak pernah buat orang lain.

almutakin_
2018